Entri Populer

Selasa, 24 Juni 2014

Sejarah Cinta Cicing



Sudah lama, aku ingin menulis tentang ini. Sebuah kisah cinta yang hanya bisa diam, ia tanpa ungkapan, tak kata, namun hanya rasa yang bermain. Aku sering menyadari bahwa seorang aku hanya bisa menjalani cinta yang bernama cinta cicing ini. Aku menyadari pula, bahwa kebanyak seorang wanita hanya bisa menjalani cinta cicing ini, kecuali wanita itu mempunyai keberanian ditambah sekarang adalah jaman baru yang tak punya kemaluan.
Cicing sendiri mempunyai 2 arti yang aku ketahui, “asu” dalam bahasa Bali dan “diam” dalam bahasa Sunda. Tapi lebih enak kalau kita mengartikannya dari bahasa Sunda. Dan lahirlah Cinta Cicing, Cinta dalam Diam. Awalnya, cinta cicing sendiri timbul dari percakapan hangat dari mahasiswa yang kebetulan aku didalamnya. Saat itu kami sedang membuat proyek RBL sebagai tugas akhir Fisika. Aku adalah orang Bali dan semua tahu kalau arti “cicing” di Sunda dan Bali sangat jauh berbeda. Dari sanalah timbul lelucon kecil antara aku dan beberapa temanku. Salah satu temanku itu adalah Babon, seorang keturunan asli Garut yang sangat Sunda.
Saat itu posisiku juga sedang mengalami kegalauan secara mental yang menyebabkan setiap tingkah yang aku jalani begitu suram. Akibat ledekan tadi, maka timbulah suatu ide kreatif bernama Cinta Cicing, Cinta dalam Diam. Yang settingnya menceritakan percintaan gadis Bali dan Pria Sunda. Hhahahaha… tapi sekali lagi itu adalah lelucon kelompok RBL kami.
Bagiku sendiri, cinta cicing itu adalah apa yang aku jalani hari-hari ini. Aku hanya bisa diam. Diam, diam. Tak ada yang bisa aku lakukan selain diam. Diam untuk kesekian kalinya. Tapi aku sangat bahagia dalam diamku. Diam, bukan berarti benar-benar diam. Namun hatiku tak pernah diam untuk selalu mendoakan seseorang agar sampai dengan selamat ke gerbang Sabuga nanti.