Entri Populer

Rabu, 09 April 2014

SEBUAH PERMINTAAN



(seorang wanita duduk bersimpuh sambil memandangi sebuah foto berbingkai emas. Ia adalah anak dari orang yang terlukis indah di dalamnya. Wajahnya penuh tanda tanya. Kalut akan masalahnya.)
WANITA
Dia ayah saya. Yang berjuang selama ini membesarkan saya dan saudara laki-laki saya seorang diri. Dia ayah saya. Dia yang selama ini mencintai anak-anaknya dengan tulus hati dan tanpa pamrih.
(kembali merenung)
Tapi, saya merasa, saya bukan anak yang baik bagi ayah saya. (diam)
(di belakangnya muncul suara ayahnya mengucapkan sesuatu)
AYAH
Saya hanya salah satu dari kalian menikah, untuk melanjutkan keturunan dan memenuhi keinginan saya sebelum saya mati.
WANITA
Itulah keinginan ayah saya, itu keinginannya. Saya belum sanggup memenuhinya.
AYAH
Tapi usiamu sudah layak untuk menikah anakku. Usia yang matang.
WANITA
Ayah, saya masih 18 tahun.
AYAH
Tapi wanita di jaman kita sudah boleh menikah di usianya 16 tahun.
WANITA
Saya masih ingin belajar.
AYAH
Kamu masih bisa belajar saat kamu sudah menikah.
WANITA
Tapi tidak bisa seperti ketika saya masih bujang ayah. Semua ini terlalu berat untuk saya jalani.
AYAH
Tidak anakku, kau pasti bisa. Ayah percaya itu.
WANITA
Tidak ayah, keinginan saya belajar masih tinggi. Saya ingin sendiri menjalani hidup saya.
Begitulah yang sering ayahku katakan. Semua seakan menjadi beban bagiku. Ayah memang tak memaksakan, tapi hanya meminta. Permintaan itulah yang menjadi beban, lebih-lebih usianya, penyakitnya semakin menjadi-jadi.

***
(di dalam kamar itu ada 4 wanita yang sedang bercakap-cakap)
RATNA
Kakak, bagaimana rasanya menikah?
SEKAR
Menikah adalah sesuatu yang sacral dan tidak bisa dipermainkan. Pernikahan harus didasarkan hati yang tulus dan tidak boleh dianggap remeh.
RATNA
Hm, apa harus Ratna yang memenuhi permintaan ayah?
SEKAR
Kamu serius?
RATNA
Saya ragu.
CEMPAKA
Kalau kamu ragu tak perlu kau jalankan.

RATNA
Saya kasian dengan ayah kesehatannya semakin menurun. Saya hanya ingin melihat ayah bahagia sebelum….
CEMPAKA
Ratna, kamu pikir paman akan segera mati? Hei, dia hanya sakit biasa. Dan tabib hanya bilang kalau “sang bupati hanya lelah.”
RATNA
Dan kalian percaya? Inilah susahnya mempunyai saudara yang selalu saja berpegang teguh pada “seorang wanita adalah pelayan laki-laki, kerjanya hanya bersolek dan mengerjakan pekerjaan rumah tangga.”
CEMPAKA
Ratna, itu memang kodrat seorang wanita. Kenapa kamu harus sok-sokan belajar berbagai macam ilmu kalau toh nantinya kamu akan menjadi seorang ibu rumah tangga. Ayolah Ratna, jaman RA Kartni belum dimulai.
SEKAR
Ratna, kita masih muda, saya tidak mau menyia-nyiakan hidup saya yang masih muda ini untuk melayani yang namanya laki-laki. Menjadi ibu rumah tangga adalah pekerjaan yang susah. Kamu pikir itu gampang.
MELATI
Paman juga tidak memaksa, Ratna. Kami tahu kamu sangat menyayangi paman, begitu juga kami yang sangat menyayangi paman. Tapi kamu juga harus memikirkan masa depanmu.
***
(Ratna duduk di samping kolam sambil memandangi bulan yang kian menyurutkan cahayanya. Daun-daun berguguran, seperti hatinya yang selalu rapuh memikirkan permintaan ayahnya.)
RATNA
Bulan, kenapa kau kian menyurutkan cahayamu, kenapa kau tak pernah secerlang dulu? Hati ini semakin merapuh, bulan. Kau mengerti betapa saya ingin mengatakan kalau saya tak ingin memenuhi permintaan ayah, tapi ayah terlalu berharga bagi saya. Usianya telah merapuh bersama penyakitnya.
(dari belakang tiba-tiba muncul Adipati)
ADIPATI
Ratna, apa saya bisa mengganggu kamu sebentar?
RATNA
Kakak. (terkejut) ada apa?
ADIPATI
Saya ingin membicarakan masalah permintaan ayah.
RATNA
Silahkan saja. Saya juga sampai saat ini masih memikirkan itu.
ADIPATI
Kondisi ayah semakin melemah. Tabib istana mengatakan kalau penyakit ayah makin tak bisa dikendalikan.
RATNA
Sebenarnya apa yang terjadi dengan ayah?
ADIPATI
Ayah terkena penyakit yang tidak diketahui apa penyebabnya. Semenjak ibu meninggal, ayah semakin rapuh. Mungkin ia tidak rela istrinya meninggal.
RATNA
Ayah sangat mencintai ibu. (terdiam)
ADIPATI
Kita kembali ke masalah permintaan ayah.
RATNA
Apa kakak ingin menikah?
ADIPATI
Itu yang ingin saya katakan padamu.
RATNA
Apa benar kakak ingin menikah?
ADIPATI
Tidak, bukan menikah tapi……
RATNA
Apa kakak ingin menjadi sukla brahmancari seperti yang kakak katakana sebelumnya?
ADIPATI
(mengangguk) Ratna…
RATNA
Apa semua beban ini harus saya yang menanggung?
ADIPATI
Kakak berharap padamu.
RATNA
Saya masih muda.
ADIPATI
Seharusnya memang saya sebagai anak tertua yang menikah terlebih dahulu. Tapi saya tak sanggup. Dengan siapa lagi saya harus berharap akalau tidak dengan kamu, Ratna. Kamu adalah saudara saya satu-satunya. Andai saja Cempaka, Sekar dan Melati adalah saudara kandung saya, pasti saya akan memintanya juga untuk memenuhi permintaan ayah.
RATNA
Saya sangat mencintai ayah.
ADIPATI
Saya juga, Ratna. Tapi…..
RATNA
Pada siapa lagi saya dapat meminta.
ADIPATI
Hanya padamu saya dapat meminta. Ratna, demi ayah. Saya tak ingin kehilangan orang yang saya cintai untuk kedua kali. Kalaupun ayah harus pergi, tolong biarkan dia tersenyum untuk terakhir kalinya.
RATNA
Kakak, menurut kakak mana yang lebih penting, mewujudkan keinginan diri sendiri atau mewujudkan keingin ayah? Semua terasa lebih penting.
ADIPATI
Apa keinginanmu?
RATNA
Kakak tahukan saya sedang gila-gilanya dengan ilmu.
ADIPATI
Iya, lalu?
RATNA
Saya berpikir kalau saya terus belajar, saya bisa menyembuhkan ayah.
ADIPATI
Maksud kamu apa?
RATNA
Saya akan menyembuhkan ayah.
ADIPATI
Terlalu mustahil. Kau seorang wanita.
RATNA
Lalu? Apa bedanya wanita dengan laki-laki?
ADIPATI
Beda dunia. Wanita dikodratkan mengurus rumah tangga. Dan laki-laki bekerja.
RATNA
Lalu apa hubungannya dengan saya yang ingin menyembuhkan ayah?
ADIPATI
Tentu saja ada. Kamu ingin menjadi tabibkan? Itu hanya untuk laki-laki. Yang ayah butuhkan hanyalah pernikahan dari anaknya.
***
(ratna melihat ayahnya yang sedang terbaring lesu. Ayahnya hanya mampu berkata tanpa melsayakan gerakan-gerakan yang berarti)
RATNA
Ayah, apa ayah begitu menginginkan saya untuk menikah?
AYAH
(mengangguk) iya, ayah menginginkan itu.
RATNA
(terdiam) ayah…
AYAH
Ayah hanya ingin menuntaskan kewajiban sebagai ayahmu. ayah tidak mau mati sebelum mengantarkan anak ayah ke pelaminan.
RATNA
(terdiam)
AYAH
Apa itu terlalu berat?
RATNA
(terdiam)
AYAH
Ratna.
RATNA
Saya bukannya tidak mampu, tapi ada suatu yang mengganjal dihati saya.
AYAH
Apa itu anakku?
RATNA
Saya ingin….
AYAH
Apa yang kamu inginkan?
RATNA
Saya hanya ingin….
AYAH
Apa yang sebenarnya kamu inginkan?
RATNA
(diam, menarik nafas) saya hanya ingin ayah sembuh. (tersenyum)
AYAH
(tersenyum)
***
(adipati dan Melati sedang bercakap-cakap di dekat kolam)
ADIPATI
Saya bingung.
MELATI
Apa yang kakak bingungkan?
ADIPATI
Ayah.
MELATI
Paman?
ADIPATI
Iya, permintaannya begitu memberatkan kami.
MELATI
Ratna?
ADIPATI
Saya tidak ingin memberatkan dia. Dia masih terlalu muda. Apalagi dia masih haus akan ilmu pengetahuan. Dia begitu berpotensi, bahkan lebih berpotensi daripada saya yang seorang laki-laki.
MELATI
Tapi wanita dikodratkan sebagai pelayan laki-laki ibu rumah tangga. Apa tidak lebih baik dia menikah? Saya kadang menyetujui keinginannya untuk memenuhi permintaan paman.
ADIPATI
Tapi hatinya bertolak belakang.
MELATI
Lalu apa yang harus kita lakukan? Apa kakak harus mengorbankan diri kakak yang seorang suklabrahmacari? Kakak…
ADIPATI
Bukan itu maksud saya. Saya hanya ingin semuanya berjalan dengan atas pertimbangan yang bijaksana. Agar tidak menyakiti Ratna dan ayah menjadi sehat seperti sediakala.
MELATI
Saya kira paman hanya butuh kepuasan batin. Penyakitnya semakin buruk mungkin karena keinginannya belum terpenuhi. Sepengetahuan saya, seorang yang sedang sakit kondisinya akan lebih membaik apabila keinginannya yang paling ia ingini terpenuhi.
ADIPATI
Ia hanya ingin salah satu dari anaknya menikah. Sesuatu yang sangat tidak mungkin untuk saya penuhi.
MELATI
Lalu sekarang ketika kakak memutuskan untuk tidak menikah, permintaan itu dilimpahkan kepada Ratna yang terbilang sudah memenuhi syarat untuk menikah. Tapi kita juga tahu, mental Ratna belum cukup untuk melaksanakan proses itu. Apalagi kita tahu, Ratna adalah wanita berintelek. Tak mungkin juga kita menikahkannya pada laki-laki sembarangan. Permasalahan ini sederhana tetapi begitu rumit untuk dipahami keberadaannya.
ADIPATI
Saya bingung harus apa. Semua solusi yang ditawarkan seakan menjadi racun bagi saya.
MELATI
Kakak, jangan sampai masalah ini membuat kakak menjadi goyah.
ADIPATI
Saya tidak goyah, tapi ini tentang ayah.
MELATI
Kakak…
***
(suasana kacau, sekar dan cempaka gelisah)
SEKAR
Apa yang kita katakan pada Adipati?
CEMPAKA
Saya tidak tahu apa yang saya harus katakan.
SEKAR
Adipati pasti sangat marah apabila tahu Ratna menghilang.
CEMPAKA
Itu bukan salah kita, Ratna sendiri yang pergi, ini tak ada hubungannya dengan kita. Kita tidak bersalah.
SEKAR
Kalau begitu, ia pasti akan menyalahkan kita
CEMPAKA
Siapa dia berani menyalahkan kita?
SEKAR
Cempaka, Ratna adalah adik kesayangan Adipati.
CEMPAKA
Lalu apa hubungannya dengan kita?
(mereka kembali resah dalam ruang yang semakin panas itu.)
SEKAR
Gusti, kenapa berikan cobaan ini?
CEMPAKA
Berhenti kau bicara!
SEKAR
Kira-kira kemana dia pergi?
CEMPAKA
Dia tak akan pergi jauh-jauh! Kalau dia lapar dia pasti akan pulang!
SEKAR
Kamu pikir dia adalah anak kucing yang kalau lapar datang ke induknya? Tidak, Cempaka! Dia lari dari rumah pasti punya alasan. Apa itu tentang permintaan paman?
CEMPAKA
Kenapa topic dirumah ini semakin menjurus ke satu hal yang sederhana. Permintaan paman adalah masalah yang amat klasik. Seharusnya saya yang menjadi anak paman agar paman lekas sembuh melihat saya menikah dan mempunyai keturunan. Mereka berdua terlalu pintar sehingga tidak menemukan solusi konkrit dalam menyembuhkan paman.
SEKAR
Masalahnya bukan terletak pada menikah atau tidak tapi…
CEMPAKA
Apa? Hati? Kamu salah Sekar. Lihat dan tanya pada dirimu. Kalau kamu mau melihat ayahmu cepat sembuh apa yang akan kau lakukan?
SEKAR
Mengabulkan….
CEMPAKA
Mengabulkan permintaannya. Kau pikir sekarang baik-baik, seorang yang pintar terlalu takut mengambil resiko untuk hidupnya, hidupnya terlalu terforsir untuk memikirkan “apa resiko kalau saya melakukan itu?” sebaliknya orang bodoh, ia lebih ringan menjalani hidup, ia praktik dulu baru tahu jawabanya, “oh, ini resiko dari apa yang saya perbuat” sekarang semuanya cukup jelas, paman meminta anaknya menikah dan kemungkinan kondisi paman akan segera membaik setelah itu, dan kalau kedua anaknya orang bodoh pasti mereka akan menikah dan menemukan jawaban, “Ya, Resiko dari saya menikah adalah ayah saya kembali pulih.” Tapi mereka apa? Mereka cendrung menjadi orang pintar dan terlalu takut mengambil sebuah resiko yang jelas-jelas mereka tahu itu apa.
SEKAR
Adipati?
CEMPAKA
Oke, saya tahu Adipati adalah seorang suklabrahmacaridan saya bisa memaklumi itu, tapi Ratna? Dia hanya gadis biasa yang takut mengambil resiko. Ya kamu tahulah dia adalah gadis berintelek. Saking takutnya dia kabur dari rumah. Apa yang kau pikirkan dari pemaparan saya tadi?
SEKAR
Seorang pengecut.
CEMPAKA
Benar sekali. Dia pengecut.
SEKAR
Dia pasti hanya ingin kebahagiaanya sendiri. Egois!
CEMPAKA
Tepat sekali! Dia adalah orang yang egois!
SEKAR
Kalau dia mencintai ayahnya pasti ia rela mengorbakan apa saja demi ayahnya. Dia sungguh keterlaluan.
CEMPAKA
Ya, dia memang keterlaluan.
SEKAR
Sekarang saya yakin, kita tidak bersalah dalam hal ini!
CEMPAKA
Saya lebih yakin dari kau!
SEKAR
Tapi kalau Adipati bertanya?
(Tiba-tiba Melati datang)
MELATI
Apa yang Adipati tanyakan?
CEMPAKA
Tentang kepergian seorang pengecut!
MELATI
Maksud kamu?
SEKAR
(dengan muka bingung) Ratna hilang, dia kaburdari rumah!
MELATI
Apa?
CEMPAKA
Apa kau akan mengatakan kau takut?
MELATI
Kemana dia pergi?
CEMPAKA
Orang seperti dia tak usah di hiraukan!
MELATI
Kita harus mencarinya!
(melati out, sekar juga)
CEMPAKA
Kenapa orang-orang disini menggalaukan hal yang tidak pasti?
***
(di kamar ayah. Adipati sedang bercakap-cakap)
AYAH
Adipati..
ADIPATI
Iya ayah.
AYAH
Apa kau pernah merasa sangat bahagia?
ADIPATI
Tentu saja ayah
AYAH
Apa yang membuat kau bahagia?
ADIPATI
Bisa melihat ayah sehat. Tak lebih.
AYAH
Tadi malam ayah bermimpi. Mimpi yang membuat ayah sangat bahagia.
ADIPATI
Apa itu ayah?
AYAH
Ayah bermimpi menggendong seorang anak kecil.
ADIPATI
Siapa?
AYAH
Anakmu atau anak dari ratna.
ADIPATI
(Terdiam)
AYAH
Bingung? Ayah juga bingung. Ayah jadi ingat masa lalu. Dulu, ketika ayah masih berdiri tegak, apa yang bayangkan dari ayah?
ADIPATI
Ayah adalah seorang lelaki yang perkasa, seorang pemimpin yang luar biasa.
AYAH
Ayah ingin kembali seperti dulu lagi.
ADIPATI
Ayah…
AYAH
Ayah tidak tahu apa yang membuat ayah bisa kembali seperti dulu. Rasanya sisa waktu ayah disunia sudah tidak banyak.
ADIPATI
(terdiam)
AYAH
Adipati,
ADIPATI
Iya ayah.
AYAH
Ayah hanya inginkan satu lagi di dunia ini.
ADIPATI
(dengan nada yang berat) apa itu?
AYAH
Per-ni-kah-an.
ADIPATI
Maafkan saya ayah.
AYAH
Ayah hanya ingin memenuhi kewajiban ayah sebagai ayah. Menikahkan putra putrinya. Tapi sepertinya, kewajiban itu tak bisa ayah jalankan. Seharusnya ayah yang minta maaf padamu. Maafkan ayah, Nak. Gusti, kenapa kau berikan aku waktu yang sangat singkat?
ADIPATI
Ratna pasti menikah, tapi tidak dalam waktu yang dekat ini. Dia butuh proses.
AYAH
Kenapa tidak kau saja?
ADIPATI
Ayah lupa?
AYAH
Apa yang saya lupakan?
ADIPATI
(menunduk) saya lupa ayah melupakan apa.
***
(di dalam hutan, disebuah rumah, di sisi lain kehidupan)
NENEK
Suamiku, apa hidup kita sudah bahagia?
KAKEK
Belum cukup istriku.
NENEK
Jadi kamu tidak bahagia?
KAKEK
Sepertinya.
NENEK
Mengapa kamu tidak bahagia? Apa aku kurang melayanimu?
KAKEK
Bukan itu istriku. Kamu sadar selama ini kita kurang?
NENEK
Kurang? (berpikir) sepertinya hidup kita baik-baik saja. Apanya yang kurang?
KAKEK
Kenapa setelah kita 50 tahun hidup bersama kau masih belum mengerti.
NENEK
Kau tidak kurang cinta dariku kan?
KAKEK
Bagaimana mungkin aku kekurangan cinta darimu. Itu mustahil. Setiap belaianmu, setiap cangkir kopi yang buatkan, setiap nafas yang kau hembuskan, selalu tersirat kalau kau sangat menintaiku.
NENEK
Lalu?
KAKEK
Anak.
NENEK
Ya Tuhan suamiku. Saya hampir melupakan hal yang satu itu. Suamiku, tapi kita sudah pernah beranak.
KAKEK
Kau sebut mereka anak kita? Apa kau sedang sakit?
NENEK
Sampai kapan kau bisa berdamai dengan masa lalu?
(terdengar seperti suara orang jatuh)
NENEK
Suamiku, itu suara apa?
KAKEK
Sepertinya ada yang jatuh.
NENEK
Ayo kita lihat
(melihat ke lokasi)
NENEK
Siapa gadis itu?
KAKEK
Sepertinya dia bukan orang sini.
NENEK
Tubuhnya lemah sekali.
KAKEK
Ayo bantu angkat.
(didalam rumah)
KAKEK
Apakah ini hadiah dari Tuhan untuk kita?
NENEK
Apa kamu masih berharap seorang anak suamiku?
KAKEK
Sangat berharap.
NENEK
Anak ini sepertinya bukan gelandangan. Dari segi pakaiannya dan kulitnya, dia bukan keluarrga sembarangan
KAKEK
Benar istriku. Lalu mengapa dia bisa masuk tempat terpencil seperti ini.
NENEK
Mungkin anak ini tidak tahu jalan pulang.
(Ratna bangun)
NENEK
Suamiku, dia sudah sadar
KAKEK
Syukurlah.
RATNA
Saya ada dimana?
NENEK
Kamu ada di tempat yang aman.
RATNA
Kalian siapa?
(kakek dan nenek saling bertatapan)
RATNA
(bangkit) sepertinya saya harus pergi sekarang, terimakasih telah menolong saya.
NENEK
Hei anak muda, sebenarnya kau ini siapa?
KAKEK
Iya, anak muda duduklah dulu dan minum teh. Istriku, ayo buatkan the.
NENEK
Iya suamiku.
KAKEK
Ayo duduk anak muda, biar kakek bantu.
RATNA
Terimakasih, Kek.
KAKEK
Kamu ini darimana?
RATNA
Saya tidak dari mana-mana.
KAKEK
Lalu kenapa kamu bisa sampai ketempat ini?
RATNA
Saya hanya sedang mencari diri saya yang hilang.
KAKEK
Kamu sedang disantet?
RATNA
Oh, tidak… tidak… saya hanya merasa ada yang kurang dalam hidup saya ini.
NENEK
Ayo diminum dulu tehnya, pasti kamu haus sekali.
RATNA
Terimakasih, Nek.
NENEK
Ayo ceritakan apa yang terjadi padamu sehingga kau datang kemari.
RATNA
Saya tak mampu menceritakannya.
KAKEK
Ayo ceritakan saja, anggap kami adalah kalurgamu.
RATNA
Suatu permintaan yang sangat sulit.
NENEK
Maafkan nenek apabila terlalu memintamu untuk menceritakan masalahmu.
RATNA
Itu masalah saya.
(kakek dan nenek berhadapan)
KAKEK
Apa?
RATNA
Suatu permintaan yang sangat sulit.
NENEK
Ha… saya baru mengerti suamiku.
KAKEK
Apa?
NENEK
Gadis ini sedang mengalami kegalauan. Ada suatu permintaan. Apa itu dari kekasihmu?
RATNA
Bukan.
KAKEK
Apa kami diajak untuk menikah?
RATNA
Sejenis itu.
NENEK
Kamu adalah wanita yang beruntung. Siapa laki-laki yang mengajakmu menikah?
RATNA
Saya tidak diajak menikah.
(kakek dan nenek saling berpandangan)
NENEK DAN KAKEK
Lalu?
RATNA
Permintaan itu terlalu memberatkan saya. Ayah saya sedang sakit. Dan dia menginginkan salah satu dari anaknya menikah. Kakak saya laki-laki..
NENEK
Lalu?
KAKEK
Bisakah kau tidak memotong pembicaraan istriku? Dia sedang akan menceritakan klimaksnya.
RATNA
Kakak saya adalah seorang suklabrahmacari. Jadi mana mungkin ia menikah. Jadi pasti saya yang harus mewujudkan keinginan ayah.
KAKEK
Berapa umurmu, Nak?
RATNA
18 tahun, cukup untuk menikah.
NENEK
Lalu apa masalahnya?
RATNA
Saya belum siap.
KAKEK
Kalau begitu siapkan hatimu.
NENEK
Apa yang mengganjal?
RATNA
Saya hanya ingin belajar dan belajar. Sapa tahu dengan saya belajar saya dapat menyembuhkan ayah saya.
NENEK
Kau adalah penghayal besar yang pernah saya temui.
KAKEK
Itu tidak masuk akal. Kau masih bisa belajar ketika kau menikah. Makadari itu, kau harus mencari suami yang bisa mengerti kamu apa adanya.
NENEK
Menjadi ibu rumah tangga adalah pekerjaan yang amat sangat mulia. Dibutuhkan orang yang pintar seperti kamu.  Jadi kamu jangan takut untuk menikah.
KAKEK
Memenuhi permintaan orang tua lebih-lebih orang tua yang sedang sakit, itu adalah pekerejaan yang teramat mulia. Menyelamatkan seorang ayah yang sedang jatuh sakit sama dengan menyelamatkan ribuan manusia dimuka bumi ini. Pikirkan baik-baik anakku. Ayahmu mengorbankan banyak hal untukmu, masa untuk berkorban ini saja kau tidak mampu. Apa kau mau mengorbankan kakakmu sendiri yang seorang suklabrahmacari? Itu konyol namanya.
NENEK
Kau yang paling mampu untuk memenuhi permintaan ayahmu. jadi jangan pernah ragu. Ingat menjadi ibu rumah tangga dibutuhkan orang pintar dank au masi bisa belajar apa saja, segalanya! Bahkan kau masi bisa menjadi tabib.
KAKEK
Pikirkan baik-baik anakku.
***
(mereka bertemu di kegalauan mereka masing-masing. Tempat paling suram yang ada di alam)
RATNA
Saya ingin sekali memutuskan
ADIPATI
Saya juga ingin memutuskan.
RATNA
Saya rasa keputusan saya sudah tepat
ADIPATI
Keputusan saya sangat tepat.
RATNA
Dia telah mengorbankan segalanya.
ADIPATI
Dia telah menyerahkan hidupnya.
RATNA
Menggantikan posisi ibu.
ADIPATI
Dia berperilaku sebagai ibu.
RATNA
Juga sekaligus ayah.
ADIPATI
Aku akan mengorbankan
RATNA
Mengorbankan apa yang seharusnya saya korbakan.
ADIPATI
Saya tidak mau ayah saya terhukum akibat ulah saya
RATNA
Saya tak ingin ia mati sia-sia
ADIPATI
Dia ayah saya
RATNA
Dia ayah saya.
ADIPATI
Saya mantapkan hati ini.
RATNA
Saya akan lebih memantapkannya.
ADIPATI
Saya
RATNA
Akan
ADIPATI
Menuruti permintaan ayah.
RATNA
Apa kau yakin?
ADIPATI
Apa kau yakin?
RATNA
Saya (penuh keraguan) saya…
ADIPATI
Saya melihat keraguan di matamu.
RATNA
Hal yang sama juga saya lihat di mata kakak.
ADIPATI
Apa kita telah terpaksa?
RATNA
Tidak! Saya tidak merasa terpaksa. Ini kewajiban dan hak ayah.
ADIPATI
Haruskah?
RATNA
Harus?
ADIPATI
(menarik nafas) saya yakin!
RATNA
Ada keraguan.
ADIPATI
Sudah mantapkah?
RATNA
(menarik nafas) saya, yakin!
***
(Ayah terbaring lemas, kondisinya semakin parah. Adipati ada disebelahnya)
AYAH
Adipati..
ADIPATI
Iya ayah.
AYAH
Ratna sudah pulang?
ADIPATI
Dia akan pulang.
AYAH
Ayah ingin menemuinya.
ADIPATI
Ayah akan bertemu denganya.
AYAH
Dihadapan ayah sekarang ada dua malaikat.
ADIPATI
Katakan pada mereka ayah masih kuat.
AYAH
Mungkin ayah bisa berkata, tapi Tuhan telah berkata lain. Gusti ampunilah, saya tak mampu menjalankan amanah-Mu.
ADIPATI
Ayah, saya ingin mengatakan sesuatu.
AYAH
Apa itu?
ADIPATI
Tapi saya boleh minta pada ayah?
AYAH
Apapun.
ADIPATI
Saya minta ayah tetap hidup sampai anak pertama saya lahir.
AYAH
Lahir?
ADIPATI
Saya akan menikah dalam waktu dekat ini.
AYAH
Menikah?
(tiba-tiba Ratna datang)
RATNA
Tidak, saya yang akan menikah!
ADIPATI
Ratna!
RATNA
Kakak, jangan korbakan dirimu! Biar saya saja yang menanggu semua ini!
ADIPATI
Kau masi terlalu muda, lanjutkan…
RATNA
Tidak! Tak ada alasan lagi saya harus bersembunyi, menyembunyikan diri saya pada kemunafikan. Wanita selamanya adalah pelayan bagi keluarganya dan itu adalah pekerjaan yang paling mulia. Lebih-lebih ayah sangat menginginkannya. (menggennggam erat tangan ayahnya) ayah akan menikah. Saya akan melakukannya.
ADIPATI
Ratna. Kau…
RATNA
Yang ayah perlu lakukan sekarang adalah kuat, kuat seperti ketika ayah masih berdiri tegak diantara orang-orang yang selalu membanggakan ayah.  Sama ketika ayah masih memberikan pidato-pidato di alun-alun kota.
ADIPATI
Ayah, saya yang akan menikah! Saya akan melakukannya untuk ayah. Ayah percayalah….
AYAH
(tersenyum) semua begitu menyayangi ayah. Hari ini ayah merasa sangat bahagia. Amat sangat bahagia.
ADIPATI
Ayah saya akan menikah seperti cita-cita ayah.
RATNA
Dan saya akan mewujudkan permintaan ayah.
AYAH
Angin hari ini begitu menghangatkan jiwa saya. (senyum)
ADIPATI
Ayah harus tetap hidup, rasakan betapa bahagianya hidup ini.
AYAH
Ayah merasakan bagaimana nikmatnya hidup. Terakhir kali.
ADIPATI
Ayah akan menimang seorang cucu.
AYAH
Malaikat, sekarang saya sudah merasa bahagia. Tolong bawa saya pergi.
RATNA
Ayah…
AYAH
Dunia ini tempat mercari bahagia, tapi bukan maya.
RATNA
Ayah, bahagia ayah bahagia kami juga. Bertahan.
AYAH
Tak ada yang mampu menahan saya lagi. (memejamkan mata)
RATNA
Ayah!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!
***
(di pesisir pantai, Ratna mengantarkan ayahnya pergi. Lalu ia menuju Adipati yang berdiri tegak di pinggir)
RATNA
Langit hari  ini begitu muram.
ADIPATI
Kau salah, dia sedang tersenyum pada kita.
RATNA
Apa yang kau lakukan setelah ini?
ADIPATI
Yang pasti saya tidak akan menikah.
RATNA
Saya?
ADIPATI
Tanya hatimu.
RATNA
Saya merasa saya hanya mencintai kau dan ayah.
ADIPATI
Ibu?
RATNA
Dan ibu.
***