Bunda..
Apa kabar? Semoga bunda
selalu dalam keadaan sehat. Nanda selalu dalam keadaan sehat di sini walau
nanda sangat rindu dengan bunda.
Bunda sehari yang lalu
nanda melihat foto bunda berbingkai emas. Di foto itu bunda menggendong nanda
yang masih kecil. Bunda tampak bahagia menggendong nanda. Tak sedikit pun bunda
menunjukkan lelah di hadapan nanda. Wajah bunda begitu bahagia memiliki seorang
nanda yang nakal. Melihat foto itu nanda menjadi sangat rindu pada bunda, sudah
lama kita tak melakukan percakapan di sore hari mengenai ayah yang selalu
kelelahan, membicarakan adik-adik yang bertambah pandai membohongi bunda,
berbicara tentang cinta remaja yang aku alami.
Bunda, melalui Surat
ini aku ingin berbicara pada bunda. Ini masalah kehidupanku di sini. Hidup di
sini selalu aku rasa sangat berat, sulit! Hidup dirantauan tak seperti ketika
dulu aku tinggal bersama bunda dan ayah. Tak ada yang bisa aku ajak berbicara
tentang kisah-kisah kecil di pagi hari, tak ada yang mau mendengar ketika aku
ingin memakan kue enak yang di beli depan sekolah. Pada dasarnya hanya bunda
yang mau mendengar. Di sini, aku tak menemukan kasih seperti yang bunda beri
padaku.
Bunda, jikalau sempat,
kirimkan lah aku makanan kesukaan yang sering bunda hidangkan ketika ayah baru
mendapat gaji, ayam kecap dan tempe manis kesukaanku, jangan lupa teramcam
juga. Sejak bunda tak ada, aku tak pernah makan makanan itu. Sedikitpun aku tak
pernah mencicipinya. Aku lupa kapan terakhir memakannya, mungkin 2 atau 3 tahun
yang lalu. Tapi aku masih ingat betapa nikmatinya masalah bunda saat itu. Tak ada
yang menandinginya, Bunda. Aku rindu dan akan selalu rindu masakan itu. Di sini
segala makanan yang aku makan seperti duri yang menusuk tenggorokan. Tak ada
cinta dan tak ada sayang. Tak sama seperti yang bunda buatkan hari kemarin.
Bunda, jikalau sempat,
kirimkan aku juga bahan sulaman yang pernah bunda ajarkan padaku. Sejak 3 tahun
yang lalu aku belum pernah lagi menyulam. Aku masih ingat ketika dulu bunda
mengatakan bahwa kristik di ruang tamu adalah buatan bunda. Dua bayi mungil
yang ada di dalam telur itu adalah aku dan adikku yang gemuk. Aku rindu
melakukan hal-hal itu bersama bunda. Kapankah kita akan melakukan itu, Bunda? Besok?
Lusa? Atau mungkin ketika kita sudah berjumpa di sebuah taman bunga yang telah
di janjikan Tuhan untuk kita.
Bunda, jikalau sempat,
balaslah suratku ini. Tak usah mengirim lewat pos, tak usah lewat email. Cukup lewat
langit malam yang penuh taburan bintang. Karena langitlah yang menyatukan kasih
sayang ibu pada anaknya dan juga anak pada ibunya.
Salam sayang dari
Bandung ♥
Tidak ada komentar:
Posting Komentar