Entri Populer

Minggu, 08 Februari 2015

Mencintaimu dengan Sederhana



Judul ini terinspirasi dari sebuah puisi Bapak Sapardi. Dimana dalam baitnya tertulis:

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana:
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana:
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada

Tak ada lirik yang seindah setiap kata pada puisi itu jalau tentang cinta, cinta dan cinta.
Lalu hari ini aku selalu berdoa untuk segala kebaikan, lalu hari ini aku berharap masih ada cara, setidaknya hanya untuk bertegur sapa atau yang paling sederhana, tersenyum kepada orang itu, orang yang aku sangat cintai.

Seketika teringat kejadian tadi siang, ketika aku duduk di dekat pintu sebuah ruangan di sudut kampus. Pandangan ku fokus pada semesta dihadapanku. Entah kenapa ada hal yang memanggilku untuk menoleh ke belakang. Ya, ternyata kehadiranmu menyita sedetik waktuku untuk sekadar melihatmu hari ini. Aku memalingkan muka. Terlalu takut melihat wajahmu, bahkan aku sangat takut merasakan kehadiranmu. Lalu aku tertunduk diam dan kembali ke semestaku.

Suaramu, kapanpun membuat aku selalu jatuh cinta. Aku sengaja mengeraskan volume headset agar tak mendengar suaramu, agar tak jatuh cinta lagi  padamu. Tapi nurani memaksaku untuk melepaskan itu dan mencicipi sedikit suaramu, mencicipi indahnya tenggelam dalam cintamu. Oh Tuhan, aku tak kuasa! Rasanya aku tak kuat lagi dan ingin pergi dari singgasanaku. Akhirnya aku putuskan untuk berlalu bersama seorang teman yang kebetulan itu pergi bersama jalannya waktu.

Aku lega. Lega bukan karena lepas dari pandanganmu. Tapi lega karena setelah berada berpuluh meter darimu, aku bisa melanjutkan cintaku dalam diam terhadapmu, melanjutkan bercinta dengan bayanganmu, melanjutkan harapan akan sebuah penantian kosong itu. Karena dengan berada di dekatmu, banyak pagar dan undang-undang yang membatasi, sungkan dan rasa malu. Entah malu karena kenangan busuk kita atau sungkan karena patah yang sangat patah.
Aku melanjutkan tujuanku tanpa temanku itu. Dia pergi pulang ke istananya dan aku pergi memikul beban yang lain.

Waktu berlalu dengan cepat, detik berdenting melalui jam di dinding. Ada saatnya aku angkat bicara pada forum itu, dan ada jeda untuk aku diam lama lalu bermain dengan pikiran liar. Aku kadang tertunduk memikirkan kuliah atau sekadar memikirkan besok harus pulang sore. Namun ketika indra penciumanku terganggu oleh bau, bau yang tidak asing, bau yang pernah menemani setiap malamku dan aku tahu siapa pemiliknya, kamu! Aku tahu kamu tak ada di forum itu, aku tahu aku hanya berhalusinasi. Tapi entah, semua begitu nyata dan berulang kali tercium. Dan aku lalu tahu jawabannya apa, aku begitu rindunya. Mungkin. Tapi pasti kamu tak rindu, bahkan memikirkanku saja tidak.

Kembali pada judul dan bait puisi itu. Ya ini yang aku maksud cinta yang sederhana. Cinta hanya dengan bayangan. Tak pernah marah atau cemburu. Tak ada tuntutan. Seperti kayu dan api serta bagai hujan dan awan. Aku memang pandai merangkai kata, tapi aku belum pandai dalam mencintaimu. Maafkan. Mungkin kamu sudah tidak nyaman. Tapi aku ikhlas dengan segalanya. Walau ikhlasku masih belajar. Karena bahagiaku adalah dirimu, jadi aku harus selalu senang ketika kamu senang. Maaf tak berani menatapmu apalagi menjadi pembicara yang baik dihadapanmu. Maaf hanya bisa menjadi anon di ask.fm mu. Maaf!

Bosan ya dengan kata maaf? Hahahaha.. aku lebih dari bosan mengucapkan padamu. Tapi tak akan pernah bosan belajar jadi orang yang baik. Selalu tak akan bosan menyebutmu dalam doa sederhanaku. Dan  kalimat terakhir dihari ini yang harus kamu tahu:

“Menunggumu bukan jawaban atas kegelisahan dan kesedihan, tapi aku akan tetap melakukan itu. Tak akan bosan. Sampai ada orang yang menyadarkan kebegoanku. Dan pasti kamu bisa menebak kalau aku tak menemukan orang itu. Selamat! Kamulah pemilik sejati dari hati bernama aku.”

Sekian.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar