Entri Populer

Jumat, 08 Juli 2011

kerikil kecil

Matahari mulai menyurutkan sinarnya, tapi aku masih duduk di sini bertemankan sepi. Aku selalu menunggu kehadiranmu di sela-sel hambarnya kehidupan. Kamu nggak pernah dating sejak hari itu. Kemanakah kamu?? Aku nggak tahu dan tak akan pernah tahu. Dan aku akan tetap menunggu sampai aku tak sanggup melihatmu lagi.



“Anom mana, Bu?” tanya Asya kepada Ibu Anom.
“Tuh, dia masih di kamar.”
“Iih, tu anak ya. Dandan mulu.”
“Bentar ibu panggilkan.”

Aku mendengar keluhan Asya yang dari tadi menungguku. Sebenarnya aku tidak ingin bertemunya malamini. Tapi ibuku memaksa. Dia adalah anak sahabat ibuku. Aku akan dijodohkan dengannya. Tapi,aku samasekali tidak suka dengannya. Aku hanya menganggapnya teman, bahkan saudara.
Aku memang tidak bias mencintai Asya karena aku telah mencintai seseorang, gadis kerikil kecil. Aku nggak tahu kenapa aku bias mencintainya dan tak bias melupakannya. Aku juga tidak sempat menanyakan namanya. Huft.. sekarang aku harus menghadapi permintaan ibuku yang konyol ini lagi.

“Anom, kamu ini bisacepet nggak! Asya nunggu kamu dari tadi. Kamu ini jangan buat malu ibu!”
“Bu, tapi Anom nggak adarasa ma Asya!” teriakku lantang.
“Anom, Asya dengar nanti gimana?? Jangan buat ibu kecewa.!”

Aku keluar dengan wajah ditekuk. Aku memang tidak suka dengan ini. Walaupun aku nggak suka, tapi Asya selalu tersenyum. Ia tak pernah menampakan wajah kecewa atau bosan denganku. Dia sudah lama mencintaiku.
Malam hari dipinggir jalan raya, mencari makan untuk mengatasi lapar. Aku masih tidak nyaman dengan ini semua.

“Nom, aku tahu kamu nggak nyaman kalau jalan sama aku. Aku juga tahu kamu nggak setuju kan dengan perjodohan kita ini.”
“Asya..”
“Kamu masih suka ya ma gadis kecil yang dulu ketemu di sungai.?”
“Asya, maaf. Aku bias kok jelasin.”
“Jelasin apa sig. kamu kok tegang gitu? Kita kan nggak pacaran! Gimana sih.”
“Dia berarti banget. Kamu inget nggak pas dia buat benteng dari batu kali? Lalu tetntaranya dari kerikilnya? Dari sanalah aku bilang dia aneh dan aku julukin Kerikil Kecil.”
“Kamu tahu sekarang dia dimana?”
“Mana ku tahu, Sya. kita aja nggak kenal siapa dia and dia dari mana.”

Aku bersemangat sekali ketika menceritakan gadis Kerikil Kecil itu. Aku teringat ketika dia marah-marah padaku karena aku merusak benteng pertahanannya dan mengejeknya. Dia melemparku dengan kerikil-kerikil kecil yang berada dipinggir sungai dan aku masih menyimpan satu diantara puluhan kerikil yang ia lemparkan.

“Anom, aku janji aku bakal Bantu kamu nyari dia. Aku janji.”
“Gimana caranya???”
“Kamu terima hasil aja nanti.”

Asya lalu pergi meninggalkanku. Tapi aku tak ingin mengejarnya, tak perlu. Aku lalu memesan makanan untuk makan malam, tanpa Asya.


                                                                 

Sekitar 5 minggu aku belum mendapat kabar dari Asya. Sambil aku menunggu aku selalu membayangkan wajah kecilnya yang ayu itu. Ah.. aku semakin gila mikirin dia. Semoga aja Asya dapat menemukan informasi tentang dia.

“Anom, Asya datang tuh!” kata adikku yang berteriak dari balik pintu.

Dengan semangat aku melompat dari tempat tidur. Aku sangat berharap semua tentang gadis itu dan aku bias bertemu dengannya. Tapi semangatku tiba-tiba memudar ketika melihat wajah Asya yang muram.aku berfirasat bahwa kabar yang dibawanya adalah kabar buruk. tapi harapanku belum sirna,aku tetap berjuang.

“Asya,gimana??”
“Nom, namanya Mona. Dia umurnya 3 tahun dibawah kita.”
“Sekarang dia tinggal dimana??”
“Dia tidak seberuntunmg kita. Dia dinikahkan oleh orang tuanya saat berusia 16 tahun dengan pengusaha kaya.”
“Apa? Bercanda lo, Sya.”
“Dia sering dapet siksaan dari suaminya dan dia meninggal.”

Aku tak mampu lagi mendengar kata-kata Asya. Aku langsung pergi ke kamar dan mengurung diri. Dari kejadian ini aku mulai sadar kalau harapanku selama ini sia-sia dan itu harus dikubur. Aku juga sadar kalau Asya sangat menyayangiku. Dia sangat sabar dan pengertian. Aku janji aku akan mencoba menyayanyi Asya, seperti aku menyayangi Mona, Si Kerikil Kecil.


♥♥♥♥

Tidak ada komentar:

Posting Komentar