Malam ini, aku
kembali dilanda insom berkepanjangan. Tadi aku sempat berbincang dengan
teman-temanku masalah kami di kampus hingga flashback ke masa SMA. Dari cerita
itu timbul kesedihan yang mendalam prihal kisah cinta SMA ku yang sampai
sekarang tidak ada habisnya. Aku memutuskan untuk mencari hiburan lain yaitu
menonton youtube sambil chatting
dengan kakak tingkat dan sahabatku saat SMA yang kini kuliah di Surabaya. Selagi
belayar di dunia maya, aku juga mengintip twitter-ku,
siapa tahu ada pemberitahuan baru. Aku juga beberapa kali menulis pikiranku
dalam kolom twitter tentang pandanganku tentang kehidupan. Salah satunya adalah
“apabila dunia tidak berpihak padamu, katakan padanya “aku masih ingin melihat
senjamu”. Aku memang orang yang suka mengungkapkan perasaan melalui rangkaian
kata indah. Maklum sejak SMP, aku dididik untuk menjadi seorang penyair (saat
SMP aku adalah salah satu peserta club sastra di sekolah).
Setelah sekian
lama mengerjakan hal yang tak pasti, aku teringat pada tulisan seorang teman di
Anak Bertanya. Lalu, tiba-tiba aku menemukan kumpulan pertanyaan dari anak-anak
SOS Bantas di Tabanan. Salah satu pertanyaan yang paling menggelitikku untuk
menuliskan ini semua adalah, “Mengapa Matahari panas sekali?” seketika aku
teringat dengan kegiatan bakti sosial yang aku ikuti bersama Komunitas teaterku
saat SMA. Kebetulan saat itu kakakku memintaku untuk share tentang matahari. Kebetulan
saat SMA aku sangat freak dengan astronomi, jadi kakakku itu memintaku untuk
membagi sedikit ilmuku pada anak-anak di Lovina. Sehari sebelum bakti sosial,
aku dan kakakku yang bernama Mbok Yas pergi keluar untuk mencari hadiah untuk
anak-anak di Lovina. Aku membelikan mereka sebuah poster yang isinya tentang
matahari. Aku sangat bersyukur karena aku menemukan poster tersebut.
Singkat cerita,
aku dan kawan-kawan teater menuju Lovina. Di sana kami bertemu dengan bli Pande
yang kebetulan teman dari Mbok Yas. Bli Pande adalah seorang pemerhati. Dia pendiri
Komunitas Anak Alam dan aku sangat kagum padanya. Di sana aku juga bertemu
seorang teman baru bernama Indra dari SMAN 4 Denpasar. Dia merupakan anggota
sispala di sekolahnya dan sangat aktif di Komunitas Anak Alam. Di pantai yang
indah itu, aku juga bertemu dengan anak-anak yang akan aku ajak berinteraksi. Mereka
adalah anak-anak Lovina yang kerjanya adalah berjualan kalung-kalung dan
aksesoris lainnya. Melihat mereka aku menjadi sedih. Tak pernah aku
membayangkan jika posisi mereka digantikan olehku. Kesedihan itu pun berujung
pada rasa syukur yang mendalam atas karunia Hyang Widhi, Tuhanku yang selalu
menyayangiku tanpa batas.
Oke aku lupa
setelah itu bagaimana yang pasti di sela-sela kegiatan itu aku membagi ilmuku
tentang matahari. Semua materi yang aku persiapkan langsung buyar melihat
mereka. Tak mungkin dong aku menjelaskan tentang reaksi matahari atau tentang
siklus matahari pada meraka. Seketika aku bingung bagaimana menjelaskan dengan
baik agar mereka mengeri. Aku tentang dan mulai berbicara. Aku ingat, pertama
kali aku bertanya pada mereka, “Kalian tahu apa itu matahari?” tanyaku dengan
gaya yang super lebay dan sok kocak. Mereka pun dengan semangat menjawab
pertanyaanku. Aku lupa jawabannya seperti apa, yang pasti mereka sangat
antusias! Seketika rasa nervous langsung lenyap ditelan badai. Dengan semangat
45 aku langsung beraksi dengan penjelasan-penjelasan sederhana. Yang paling aku
ingat dari aksiku adalah aku menyebutkan sesuatu yang sangat sulit, “definisi”.
Mbok Yas langsung teriak, “Woii kesusahan!” lalu dengan santai aku mengubahkan
itu. Aku lupa menggantinya dengan apa. Hahahah… salah satu dari mereka
bertanya, “Kak, matahari deket nggak sih?” Dengan ekspresi maksimal aku
jelaskan kalau matahari itu jauh banget. Lalu dia bertanya lagi, “Lebih jauh
dari Singaraja ke Lovina?”. Dengan gaya yang lebih lebay lagi, aku menjelaskan
jauh banget.
Aku terus
menjelaskan dengan pengetahuan yang sederhana. Aku melihat mereka banyak yang
antusias. Disela-sela itu aku juga sempat bertanya apa cita-cita mereka,
ternyata ada yang ingin jadi dokter! Kata Bli Pande, anak itu ranking 1 di
kelasnya dan sangat menginginkan punya sepeda. Aku langsung sedih mendengarnya.
Aku selalu merengek minta dibelikan sesuatu dan harus dipenuhi! Tapi hari itu
aku melihat kenyataan kalau masih ada anak yang sabar menanti keinginannya
dipenuhi. Aku merasa berdosa dengan papa di rumah. Diakhir acara aku memberikan
hadiah yang aku persiapkan kemaren yaitu poster matahari!
Mengingat moment
tersebut, hatiku kembali terketut untuk berbagi dunia lagi. Tadi sore, ketika
aku berbincang dengan teman-teman kost, aku menyebutkan bahwa kebahagiaanku
adalah ketika melihat transkip nilaiku bagus. Sekarang semua itu terkesan tak
ada apa-apanya, semua terasa tersingkir ketika kata “berbagi” ada disela-sela
keegoisan dan kesombongan diri. Aku ingin menemukan kebahagiaanku dengan cara
membagi duniaku dengan semua orang yang membutuhkan. Tidak lagi untuk nafsu,
tidak sama sekali. Aku rindu berbagi, Tuhan.
Tulisan ini aku persembahkan untuk Tuhan,
keluargaku di rumah, Kontras, Komunitas Anak Alam Bali, adik-adikku tersayang
di Lovina, dan sahabat-sahabat yang senantiasa berbagi. Terima kasih telah
menginspirasi
Dokumentasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar